anak berkebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran
Anak dengan Gangguan Pendengaran
Banyak istilah yang merujuk kepada gangguan pendengaran. Orang awam sering menyamakan tunarungu dengan tuli. Sebenarnya kedua istilah tersebut sangat berbeda. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan defenisi ketunarunguan yang dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (1988) yaitu :
Hearing Impairment: A generic term indicating a hearing disability which may range in severity from mild to profound: it includes the subsets ofdeafand hard ofhearing. A deafperson is one whose hearing disability precludes successful processing of linguistic information through audition, with or without ahearing aid. A hard of hearing person is one who, generally with the use of a hearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing oflinguistic information through audition. Jika diterjemahkan secara bebas maka artinya adalah gangguan pendengaran merupakan suatu istilah yang merujuk pada gangguan pendengaran yang bergerak dari ringan sampai sangat berat, termasuk
di dalarnnya tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah orang yang rnengalami gangguan pendengaran sehingga mengganggu proses pemerolehan informasi melalui pendengaran dengan atau tanpa alat bantu dengar. Sedangkan, orang yang kurang mendengar adalah orang yang masih bisa menggunakan alat bantu dengar sehingga ia mampu memperoleh informasi melalui alat pendengaran. Anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah mereka yang mengalami kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi atau tingkatan baik ringan, sedang, berat dan sangat berat, yang mengakibatkan pada gangguan komunikasi dan bahasa. Keadaan ini walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tabel berikut akan menjelaskan kesalahan pandangan tentang orang yang mengalami gangguan pendengaran.
Anak tunarungu dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tidak mampu mendengar.
2. Terlambat perkembangan bahasa.
3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
4. Kurang atau tidak tanggap bila diajak bicara, ucapan kata tidak jelas,
5. Kualitas suara aneh/monoton.
6. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
7. Banyak perhatian terhadap getaran.
8. Keluar nanah dari kedua telinga.
9. Terdapat kelainan organis telinga. Adapun klasifikasi gangguan pendengaran menurut Edja
Sadjaah (2005) dinyatakan sebagai berikut :
a. Gangguan pendengaran ringan dengan derajat 20-30 dB Kehilangan pendengaran pada tarap ini anak mampu belajar bicara dengan telinganya danberkembang normal. Taraf ini merupakan batas antara pendengaran normal dan tuli.
b. Gangguan pendengaran marginal, 30-40 dB. Penderita gangguan pada tarat ini biasanya mengalami kesulitan mendengar jarak jauh lebih dari satu kaki dan kesulitan dalam mengikuti percakapan, tetapi ia masih dapat belajar berbicara dengan telinganya
c. Gangguan pendengaran jenis sedang, 40-60 dB Mereka dapat mendengar suara keras dan dibantu dengan penglihatannya (visual): mereka dapat belajar percakapan melaui metode oral.
d. Gangguan pendengaran berat, 60-70 dB Mereka tidak dapat berbicara tanpa menggunakan teknik-teknih khusus, seperti pada pelayanan pendidikan bagi anak tuli (berat sekali). Kelompok ini merupakan batas tuli dengan kesukaran mendengar.
e. Gangguan pendengaran sangat berat, lebih dari 75 dB Mereka yang kehilangan pendengaran taraf ini, jarang belajar bahasa dengan telinganya walaupun dengan suara yang diucapkan sangat keras
Post a Comment for "anak berkebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran"