Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Defenisi Belajar Mengajar Menurut Para Ahli

Halo semua bertemu lagi dengan saya admin Edukasi Milenial

kembali saya akan berbagi Defenisi  Belajar  Mengajar Menurut Para Ahli

Selamat Belajar dan Semoga Bermanfaat

Defenisi  Belajar  Mengajar Menurut Para Ahli

A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar-Mengajar


Arti belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Belajar menurut Baharuddin dan Esa (2009: 11) merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.


Pengertian belajar menurut Oemar Hamalik (2001: 27) adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.


Aunurrahman (2016: 35) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Budiningsih dalam Jamil


Suprihatiningrum (2014: 15) “Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.”


Bagi Hilgard dalam Wina Sanjaya (2005: 89) belajar itu adalah proses perubaan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Pengertian belajar menurut Pujiriyanto (2012: 4) adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Interaksi ini membentuk pengalaman belajar yang juga akan berpengaruh terhadap pembentukan kemampuan.


Sedangkan menurut Syaiful dan Aswan (1997: 11) belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalamn belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan.


Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indra dan


pengalamannya. Oleh sebab itu, apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah, maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna (Maswan dan Khoirul Muslimin, 2011: 218).


Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara sesorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa sesorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad, 2011: 1).


Belajar menurut Syaiful dan Aswan (1997: 11) adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Eveline dan Hartini (2011: 3) menjelaskan bahwa belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).


Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/ bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar (Nana Sudjana, 1991: 29). Sedangkan belajar menurut Arief S. Sadiman, dkk (2011: 2) belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut niali dan sikap (afektif).


Menurut Ihsana (2017: 1) belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilaku nya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Oleh karena itu, belajar dapat disimpulkan sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan


tertentu.


Simpulan dari pengertian belajar menurut beberapa para ahli diatas adalah rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar didalam diri sesorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran.


Bila terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah tentu ada yang mengajarnya, dan begitu pula sebaliknya kalau ada yang mengajar tentu ada yang belajar. Kalau sudah terjadi suatu proses/ saling berinteraksi, antara yang mengajar dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik, sebab secara sengaja suasana atau tidak sengaja, masing-masing pihak berada dalam suasana belajar (Sardiman 1986: 21).


Wina (2006: 95-96) menjelaskan bahwa kata “teach” atau mengajar berasal dari bahasa Inggris kuno, yaitu teacem. Kata ini berasal dari bahasa Jerman kuno (Old Teutenic), taikjan, yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Kata tersebut ditemukan juga dalam bahasa Sansekerta, dic, yang dalam bahasa Jerman kuno dikenal dengan deik. Istilah mengajar (teach) juga berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol. Kata token juga berasal dari bahasa Jerman kuno, taiknom, yaitu pengetahuan dari taikjan. Bahasa Inggris kuno mengartikan bahwa teacem adalah to teach (mengajar), sehingga token dan teach secara historis memiliki keterkaitan. Definisi to teach (mengajar) dilihat dari asal usul kata-nya berarti memperlihatkan sesuatu kepada sesorang melalui tanda atau simbol, penggunaan tanda atau simbol itu dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkam respons mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan, dan lain sebagainya. Sejak tahun 1500-an, definisi mengajar (teaching) mengalami perkembangan secara terus-menerus.


Menurut Maswan dan Khoirul Muslimin (2011: 219) mengajar adalah memberi pelajaran kepada sesorang (peserta didik) dengan cara melatih dan memberi petunjuk agar mereka memperoleh sejumlah pengalaman. Hamzah (2006:


7) menjelaskan bahwa mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar. Para ahli psikologis merumuskan prinsip, bahwa belajar itu harus bertahap dan meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah mempersiapkan bahan yang bersifat gradual, yaitu (1) dari sederhana kepada yang kompleks, (2) dari konkret kepada yang abstrak, (3) dari umum atau general yang kompleks, (4) dari umum (general) kepada yang kompleks, dan (5) dari yang sudah diketahui (fakta) kepada yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak).


Beberapa prinsip umum tentang mengajar menurut Hamzah (2006: 7) adalah (1) mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa. Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung harus diketahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini disebut entry behavior. Entry behavior dapat diketahui diantaranya dengan melakukan pre test. Hal ini sangat penting agar proses belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien, dan (2) mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa. Ada perbedaan individual dalam kesanggupan belajar. Setiap individu mempunyai kemampuan potensial seperti bakat dan inteligensi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Apa yang dipelajari seseorang secara cepat, mungkin tidak dapat dilakukan oleh yang lain dengan cara yang sama. Oleh karena itu, mengajar harus memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan masing-masing siswa. Sedangkan Nasution dalam Maswan dan Khoirul Muslimin (2011: 220) berpendapat bahwa mengajar adalah “suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.”


Simpulan pengertian mengajar menurut beberapa ahli tersebut adalah memberikan pelajaran sebaik-baiknya kepada seseorang agar mereka memperoleh sebuah pengalaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setiap individu tersebut, maka dari itu mengajar juga harus memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan yang dimiliki setiap individu karena mereka mempunyai kemampuan potensial seperti bakat dan inteligensi yang berbeda.


Menurut Nana Sudjana dalam Maswan dan Khoirul Muslimin (2017: 222) “Dasar-dasar proses belajar mengajar dijelaskan belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.”


Syaiful dan Aswan (1997: 1) bahwa belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.


Menurut konsepsi dasar pendidikan modern, proses belajar mengajar mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu membangun dan mengembangkan potensi peserta didik. Pendidik sebagai pemimpin dalam proses belajar mengajar diharapkan mampu mendesain pembelajaran dengan baik. Desain pembelajaran (instruksional) yang dikemas harus mengacu pada pendekatan sistem dan lebih diarahkan pada penerapan teknologi instruksional. Teknologi instruksional yaitu sumber-sumber yang disusun terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar yang dikombinasikan menjadi sistem instruksional yang lengkap untuk mewujudkan terlaksananya proses belajar yang bertujuan dan terkontrol (Maswan dan Khoirul Muslimin, 2017: 224).


Simpulan dari hakikat belajar-mengajar diatas adalah belajar mengajar merupakan proses yang dilakukan antara pendidik dan peserta didik, dimana kegiatan tersebut bernilai edukatif yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan potensi peserta didik, maka dari itu pendidik diharapkan mampu mendesain pembelajaran yang inovatif bagi peserta didiknya.
2. Standar Proses Pembelajaran


Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 17) tertulis kata pembelajaran berasal dari kata ajar. Ajar artinya petunjuk yang diberikan kepada orang lain supaya diketahui, pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau mahkluk hidup belajar. Tiwan (2010: 256) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dalam dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kebehasilan Proses Belajar Mengajar (PBM). Strategi pembelajaran akan membawa hasil yang baik apabila diterapkan menurut karakteristik dari materi yang diajarkan dan subyek yang belajar. Jika metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dan dapat diterima oleh mahasiswa, maka mahasiswa akan tekun, rajin, antusias dalam pembelajaran, sehingga dapat memahami, menguasai materi pembelajaran dan diharapkan akan terjadi perubahan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.


Menurut Sanjaya dalam Jamil Suprahatiningrum (2014: 76) mengemukakan kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu melalui berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan lain sebagaianya sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar.


Jamil Suprihatiningrum (2014: 75) berpendapat mengenai pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya berupa tempat ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga metode, media, dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi.


Sedangkan pengertian proses pembelajaran menurut Anjar Purba Asmara (2015: 157) merupakan keterpaduan proses mengajar dan belajar. Proses mengajar merupakan penyampaian informasi dari fasilitator pengetahuan kepada akseptornya. Selain sebagai penyampai informasi kepada siswa, fasilitator pembelajaran juga sebagai pengatur proses pembelajaran dan lingkungan di dalam kelas. Proses belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti sikap, pandangan hidup, perasaan senang dan tidak senang, kebiasaan dan pengalaman pada diri peserta didik. Faktor eksternal merupakan rangsangan dari luar diri siswa melalui indera yang dimilikinya, terutama pendengaran dan penglihatan.


Pembelajaran merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik. Pembelajaran berupa serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk memengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal. Situasi atau kondisi dalam pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh perancang (Tritjahjo Danny S, 2015: 19).


Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket pengajarannya (Paryanto, 2010: 173). Menurut Ihsana (2017: 55) dalam proses pembelajaran, kedudukan pendidik sudah tidak dapat lagi dipandang sebagai penguasa tunggal, tetapi dianggap sebagai manager of learning (pengelola belajar) yang perlu senantiasa siap membimbing dan membantu para peserta didik.


Simpulan dari pengertian proses pembelajaran menurut para ahli diatas adalah merupakan serangkaian kegiatan yang berfungsi untuk memudahkan peserta didik dalam belajar, yang tidak hanya melibatkan lingkungan tempat yang digunakan tetapi juga melibatkan metode, media, dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi.


Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang kemudian diikuti dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, standar proses pembelajaran harus meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Menurut Heppy Puspitasari (2017: 341) bahwa kualitas proses pembelajaran dinyatakan dalam bentuk pemenuhan dan pencapaian standar-standar dalam pembelajaran. Standar-standar tersebut akan menjadi pedoman seluruh aktivitas proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring/ evaluasi.


Upaya pembelajaran itu agar berhasil-guna hendaklah dilaksanakan secara sistematis (dengan langkah-langkah yang terarah dan teratur) dan secara sistematik


(secara bulat dengan mempertimbangkan segala aspeknya) (Yusufhadi Miarso, 1984: 32). Perencanaan proses pembelajaran harus didasarkan pada prinsip sistematis dan sistematik. Sistematik berarti secara runtut dan berkesinambungan, dan sistematik dengan mempertimbangkan segala komponen yang berkaitan. Pelaksanaan proses pembelajaran harus didasarkan pada prinsip terjadinya interaksi secara optimal antara peserta didik dengan pendidik, antara peserta didik sendiri, serta peserta didik dengan aneka sumber belajar termasuk lingkungan (Maswan dan


Khoirul Muslimin, 2017: 366-367).
3. Metode Pembelajaran


Metode asal kata dari bahasa Inggris adalah method yang berarti cara. Dalam Bahasa Indonesia, menjadi metode yang berarti cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya). Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.


Peranan metode pembelajaran adalah sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar, dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif.


Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan pembelajaran kepada peserta didik agar dapat menerima dengan mudah apa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar tersebut (Maswan dan Khoirul Muslimin, 2017: 289-290). Muhamad Afandi,dkk (2013: 16) mengatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara atau tahapan yang digunakason dalam interaksi antara peserta didik dan pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sesua dengan materi dan mekanisme metode pembelajaran.


Pengertian metode pembelajaran menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 19) adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanankan. Metode pembelajaran dapat dianggap sebagai sesuatu prosedur atau proses yang teratur, suatu jalan atau cara yang teratur untuk melakukan pembelajaran. Pengertian seluruh perencanaan itu jika dikaitkan dengan konsep yang berkembang dewasa ini meliputi Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), indikator, tujuan pembelajaran, persiapan pembelajaran, kegiatan pembelajaran mulai dari kegiatan pembuka/ awal, kegiatan inti dan penutupnya, serta media pembelajaran, sumber pembelajaran yang terkait, sampai dengan penilaian pembelajaran.


Menurut Eveline dan Hartini (2011: 80) metode pembelajaran


didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, sehingga dalam menjalankan fungsinya, metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural yang berisi tahapan-tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan dan bersifat implementatif.


Simpulan dari pengertian metode pembelajaran diatas adalah sebuah cara yang digunakan seorang pendidik untuk menyampaikan bahan pembelajaran


terhadap peserta didik yang bersifat prosedural dan berisi tahapan-tahapan tertentu. Metode pembelajaran ini dibuat oleh pendidik agar dapat memudahkan peserta didik untuk memahami materi yang sedang dipelajari pada saat itu. Metode pembelajaran seharusnya dibuat semenarik mungkin agar peserta didik tidak merasa bosan.


Pemilihan metode pembelajaran yang tepat bagi seorang pendidik harus mempertimbangkan prinsip-prinsip penggunaan metode yang digunakan. Secara umum prinsip penggunaan metode yang dipilih harus:


(1) memperhatikan minta, kesiapan, kemampuan dan dorongan peserta didik dalam mengikuti pelajaran, (2) menumbuhkan kemampuan berpikir dan berkreatifitas secara bebas tidak ada tekanan dan paksaan dalam mengikuti pelajaran, (3) menumbuhkan rasa senang dan keinginan untuk melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran, (4) menumbuhkan rasa tanggung jawab dan oercaya diri dengan landasan kemandirian, dan (5) memperhitungkan sarana dan alat bantu media pembelajaran yang digunakan. (Maswan dan Khoirul Muslimin, 2017: 91-92)
4. Media Pembelajaran


Azhar Arsyad (2011: 3) mengemukakan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Pengertian media dalam bahasa arab adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Kamus Besar Bahasa Indonesia


(2001: 726) kata media yang pertama adalah alat (sarana komunikasi seperti Koran, majalah, radio, televise, film, poster), yang kedua adalah yang terletak diantara dua pihak (orang atau golongan, dsb). Sedangkan menurut Ahmad


Fujiyanto, dkk (2016: 842) bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari orang yang memberi pesan kepada orang yang menerima pesan baik berupa perangkat keras ataupun perangkat lunak.


Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatan. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar, dan dibaca. Apa pun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehgingga proses belajar terjadi (Arief S. Sadiman dkk, 2011: 7). Media berasal dari bahasa Latin yang mempunyai arti antara. Makna tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi dari suatu sumber kepada penerima (Hamzah dan Nino, 2014: 121).


Media pembelajaran menurut Nur Hadi Waryanto (2007: 1) adalah salah satu contoh faktor eksternal yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar. Hal itu dapat tercapai karena media pembelajaran dapat mengatasi berbagai hambatan, antara lain: hambatan komunikasi, keterbatasan ruang kelas, sikap siswa yang pasif, pengamatan siswa yang kurang seragam, sifat objek belajar yang kurang khusus sehingga tidak memungkinkan dipelajari tanpa media, tempat belajar yang terpencil dan sebagainya.


Menurut Imas dan Berlin (2017: 19-20) media pembelajaran dapat diartikan sebagai perantara sampainya pesan belajar (message learning) dari sumber pesan (message resource) kepada penerima pesan (message receiver) sehingga terjadi interaksi belajar mengajar. Dimana dalam media pembelajaran terdapat dua unsur yang terkandung, yaitu pesan atau bahan pengajaran yang akan disampaikan atau perangkat lunak, dan alat penampil atau perangkat keras. Pengertian media pembelajaran menurut Jamil Suprihatiningrum (2014: 319) adalah sebagai pengantar atau perantara, diartikan pula sebagai pengantar pesan dari pengirim kepada penerima.


Media pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut serta materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran, dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar (Yusufhadi Miarso, dkk, 1984: 48). Media Pembelajaran menurut Asyar (2012: 8) adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari satu sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Pesan yang disampaikan kepada penerima berupa informasi-informasi yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi penerimanya. Hal ini sesuai dengan media pendidikan atau pembelajaran yang digunakan untuk mendukung proses belajar mengajar dikelas.


Jurnal tentang pengembangan media pembelajaran interaktif berbasis multimedia yang ditulis oleh Imam Mustholiq MS, et al. (2017: 7) mengatakan bahwa media pembelajaran yang berkualitas tinggi adalah media yang pengembangannya melalui proses seleksi, desain, produksi dan digunakan sebagai integral dari sistem instruksional. Media pendidikan atau media pembelajaran merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik (Sudarwan Danim, 2010: 7).


Sementara itu, Gagne dan Briggs dalam Azhar Arsyad (2011: 4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Anjar Purba Asmara (2015: 157) mengatakan bahwa media pembelajaran menempati posisi yang strategis dalam proses pembelajaran karena menjadi perantara informasi pengetahuan dari guru kepada siswanya.


Sedangkan menurut Hamzah dan Nina (2014: 122) media pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik. Tujuannya adalah merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain digunakan untuk mengantarkan pembelajaran secara utuh, dapat juga dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran, memberikan peguatan maupun motivasi.


Simpulan dari pengertian media pembelajaran menurut beberapa para ahli diatas adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang dapat merangsang fikiran dan kemauan peserta didik sehingga dapat membantu terciptanya proses pembelajaran. Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.


Media pembelajaran mempunyai peran yang penting dalam proses belajar mengajar. Menurut Bourden sebagaimana dikutip oleh Mutaqin, dkk. (2005), menyebutkan bahwa penggunaan media instruksional selama pembelajaran dapat memudahkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Dampak praktis ketika media instruksional yang berkualitas tinggi digunakan sebagai bagian integral di kelas adalah (1) isi sebuah topik dapat diseleksi dengan lebih hati-hati dan diorganisasikan, (2) penyampaian materi dapat lebih terstandar, (3) pembelajaran lebih menarik, (4) belajar menjadi lebih interaktif ketika diterapkan teori belajar yang dapat diterima, (5) pembelajaran yang memerlukan waktu dapat direduksi, (6) kualitas belajar dapat diperbaiki, (7) pembelajaran dapat diulang ketika dan di mana diinginkan atau diperlukan, (8) sikap positif individu terhadap apa yang dipelajari dan proses belajarnya dapat ditingkatkan, dan (9) peran instruktur dapat ditingkatkan. Dampak positif yang dikemukakan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan media dapat membuat suasana belajar menjadi lebih hidup dan bermakna.


Peranan media dalam proses pembelajaran yang diungkapkan oleh Sudjana dan Rivai (2005: 6-7) antara lain adalah: (1) alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Hal ini diartikan bahwa media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran, (2) alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh peserta didik dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulai belajar, dan (3) sumber belajar bagi peserta didik, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari peserta didik baik individu maupun kelompok. Oleh karena itu, media akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya.


Sedangkan menurut Jamil (2013: 320-321), media pembelajaran


mempunyai fungsi utama antara lain: (1) atensi yaitu fungsi yang bertujuan untuk menarik dan mengarahkan perhatian mahasiswa dalam berkonsentrasi pada isi pelajaran, (2) motivasi yaitu mendorong mahasiswa untuk lebih giat belajar, (3) afeksi yaitu menumbuhkan kesadaran emosi dan sikap mahasiswa terhadap materi pelajaran dan orang lain, (4) kompensatori yaitu mengakomodasi mahasiswa yang lemah dalam menerima materi yang bersifat verbal atau teks, (5) psikomotorik yaitu mengakomodasi mahasiswa untuk melakukan kegiatan praktik, dan (6) evaluasi yaitu mampu menilai kemampuan mahasiswa dalam memberikan respons pembelajaran.


Simpulan fungsi media pembelajaran menurut para ahli diatas adalah media pembelajaran mempunyai fungsi yaitu memperjelas dalam penyampaian materi, menciptakan daya tarik terhadap peserta didik agar tidak bosan terhadap cara penyampaian materi yang monoton, sebagai sumber pertanyaan atau stimulus belajar, efisiensi waktu dan tenaga, dan mendorong pendidik agar lebih produktif. Ciri-ciri merupakan sesuatu hal yang akan membedakan antara media pembelajaran dengan hal-hal lain. Jamil (2013: 320) menyebutkan dan


menjelaskan ciri-ciri dari media pembelajaran, sebagai berikut:


1) Fiksatif, yaitu media berkemampuan untuk merekam, menyimpan atau merekonstruksi objek sehingga dapat diputar/ digunakan kembali kapan saja dan dimana saja.


2) Manipulatif, yaitu media dapat memanipulasi objek atau suatu peristiwa. Peristiwa yang seharusnya terjadi dengan jangka waktu yang lama, dapat disajikan hanya dalam beberapa menit saja. Selain dipercepat, juga dapat diperlambat untuk memberikan penekanan terhadap hal-hal tertentu.


3) Distributif, yaitu media dapat diproduksi secara massal dan disebarluaskan. Menurut Wina Sanjaya (2008: 211-212) media pembelajaran dapat


diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya:


1) Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam media auditif, media visual dan media audiovisual. Media auditif adalah media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara. Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.


Sedangkan media audiovisual yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat.


2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu.


3) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi kedalam media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya. Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.


Berikut yang termasuk perangkat media adalah: material, equipment, hardware, dan software. Istilah material berkaitan erat dengan istilah equipment dan istilah hardware berhubungan dengan istilah software. Material adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk menyimpan pesan yang akan disampaikan kepada audien menggunakan peralatan tertentu atau wujud bendanya sendiri, seperti transparansi untuk perangkat overhead, film, film strip, dan film slide, gambar, grafik, dan bahan cetak. Sedangkan equipment ialah sesuatu yang dipakai oleh material kepada audien, misalnya proyektor film slide, video tape recorder, papan tempel, papan flanel, dan sebagainya. Software adalah isi pesan yang disimpan dalam material, sedangkan hardware adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang telah dituangkan ke dalam material untuk dikirim kepada audien (Daryanto, 2010: 16-17).


Penggunaan media dalam pembelajaran memang sangat disarankan, tetapi dalam penggunaannya tidak semua media baik. Ada hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media, antara lain tujuan pembelajaran, karakteristik media yang bersangkutan, waktu, biaya, ketersediaan sarana, konteks penggunaan, dan mutu teknis. Penggunaan media yang tepat akan sangat menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran. Sebaliknya, penggunaan media yang tidak tepat hanya akan menghambur-hamburkan biaya dan tenaga, terlebih bagi ketercapaian tujuan pembelajaran akan jauh dari apa yang diharapkan. Sebagai salah satu sarana pembelajaran, perguruan tinggi harus dapat menyediakan media yang tepat untuk menunjang civitas akademika dalam belajar agar tidak jenuh dalam menerima pembelajaran di kelas.


Menurut jurnal yang ditulis oleh Imam Mustholiq MS, et al. (2017: 7) bahwa dosen yang profesional selalu menggunakan cara-cara kreatif dalam menyampaikan materi perkuliahan, termasuk kreatif dalam penggunaan media pembelajaran. Semakin banyak media pendidikan yang dimiliki dan digunakan dosen menunjukkan mutu pembelajaran dosen sudah semakin tinggi yang berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
5. Media Pembelajaran Berbasis Audiovisual


Joni Purwono, dkk (2014: 128) mengatakan bahwa media pembelajaran memiliki peranan penting dalam menunjang kualitas proses belajar mengajar. Media juga dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Salah satu media pembelajaran yang sedang berkembang saat ini adalah media audiovisual. Perkembangan media pembelajaran menurut Azhar (2011: 29) akan searah dengan berkembangnya teknologi. Semula media pembelajaran muncul dari yang paling tua yaitu percetakan mekanis, kemudian lahir teknologi audiovisual dengan penggabungan mekanis dan elektronis.


Menurut Muhammad Munir (2013: 308) media audiovisual terdiri dari dua kata yaitu audio dan visual. Audio berarti pendengaran atau dapat didengar, sedangkan visual yaitu yang nampak diliat oleh mata atau yang kelihatan. Jadi media audiovisual yaitu media yang dapat didengar dan dapat pula dilihat oleh panca indera. Pengertian media audiovisual menurut Syaiful dan Aswan (1997: 141) adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi lagi ke dalam: (1) audiovisual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara, dan (2) audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti suara dan video-casette.


Ayu Fitria (2014: 60) mengatakan bahwa media audiovisual merupakan kombinasi atau perpaduan audio dan visual. Sudah barang tentu apabila menggunakan media ini akan semakin lengkap dan optimal untuk menunjang kegiatan pembelajaran dan penyajian bahan ajar kepada peserta didik, selain itu dengan media ini dalam batasan tertentu dapat menggantikan peran dan tugas guru. Guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi tetapi karena penyajian materi bisa digantikan oleh media, maka peran guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk belajar. Contoh dari media audiovisual diantaranya program video/ televisi pendidikan, video/ televisi instruksional, dan program slide suara. Jadi pembelajaran menggunakan media audiovisual dapat menyampaikan pesan pembelajaran. Adanya unsur audio memungkinkan siswa untuk dapat menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan unsur visual memungkinkan penciptaan pesan belajar melalui bentuk visualisasi. Media ini juga berisikan gambar-gambar yang hidup dengan diproyeksikan melalui lensa projektor secara mekanis dan menggunakan sound untuk mengeluarkan suaranya.




Karakteristik media pembelajaran menurut Ega Rima (2016: 44-46) adalah sebagai berikut:


1) Bersifat Linier


Media audiovisual biasanya bersifat linier dan media ini menyajikan visual yang dinamis.


2) Sesuai Petunjuk Penggunaan


Media audiovisual ini biasanya digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang atau pembuatnya.


3) Representasi Fisik


Media audiovisual ini merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak materi pembelajaran yang ingin disampaikan.


4) Variatif


Media audiovisual merupakan media pembelajaran yang menarik. Media ini menampilkan banyak variasi dalam setiap penyajiannya.


Penggunaan media audiovisual dapat mempertinggi perhatian anak dengan tampilan yang menarik. Selain itu, anak akan takut ketinggalan jalannya video tersebut jika melewatkan dengan mengalihkan konsentrasi dan perhatian. Media audiovisual yang menampilkan realitas materi dapat memberikan pengalaman nyata pada siswa saat mempelajarinya sehingga mendorong adanya aktivitas diri (Ahmad Fujiyanto, 2016: 843).


Menurut Jatmiko Sidi dan Mukminan (2016: 54) bahwa penggunaan media audiovisual dalam pembelajaran diharapkan membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Permasalahan tersebut berguna untuk menerapkan langkah-langkah dasar dalam menentukan proses pengembangan instruksional dalam memilih dan menerapkan media yang tepat. Penggunaan media audiovisual dalam pembelajaran di kelas dapat bermanfaat untuk memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar yang dicapai baik berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Media audiovisual juga dapat dimanfaatkan untuk memotivasi siswa dalam belajar di kelas maupun di luar kelas. Siswa mendapat pengalaman langsung melalui mengamati tayangan media audiovisual.


1) Audiovisual murni


Audiovisual murni atau sering disebut dengan audiovisual gerak yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar tersebut berasal dari suatu sumber:
a) Film


Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan.


b) Video


Video sebagai media audiovisual yang menampilkangerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan bisa bersifat fakta maupun fiktif, bisa bersifat informative, edukatif maupun instruksional. Sebagian besar film dapat digantikan oleh video. Tetapi tidak berarti bahwa video akan menggantikan kedudukan film. Media video merupakan salah satu jenis media audiovisual.


c) Televisi


Selain film dan video, televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambat diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Dewasa ini televisi yang dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah dapat dijangkau melalui satelit. Televisi pendidikan adalah penggunaan program video yang direncenakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu tanpa melihat siapa yang menyiarkannya.


2) Audiovisual tidak murni


Audiovisual tidak murni yaitu media yang unsur suara dan gambarnya berasal dari sumber yang berbeda. Audiovisual tidak murni ini sering disebut juga audiovisual diam plus suara yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti:
a) Sound slide


Slide atau filmstrip yang ditambah dengan suara bukan alat audiovisual yang lengkap, karena suara dan rupa berada terpisah, oleh sebab itu slide termasuk media audiovisual saja atau media visual diam plus suara. Gabungan slide dengan tape audio adalah jenis sistem multimedia yang paling mudah diproduksi.




Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengembangan media pembelajaran yang berbasis audiovisual. Pengembangan media pembelajaran berbasis audiovisual yang dimaksud di antaranya adalah sebagai berikut:


1) Pengembangan Berdasarkan Obyektivitas


Pengembangan berdasarkan obyektivitas merupakan sebuah metode yang dipilih bukan atas kesenangan atau kebutuhan pendidik semata, melainkan keperluan sistem belajar. Untuk itu, perlu adanya masukan dari peserta didik.


2) Pengembangan Berdasarkan Program Pengajaran


Program yang akan disampaikan kepada peserta didik dalam proses belajarmengajar sebaiknya disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku, baik itu menyangkut isi, struktur, maupun yang lainnya.


3) Pengembangan Berdasarkan Sasaran Program


Mengenai sasaran program, media yang digunakan dalam proses belajarmengajar harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didiknya, baik dari bahasa, pemakai simbol, cara penyampaian, kecepatan penyajian maupun waktu penggunaannya.


4) Pengembangan Berdasarkan Situasi dan Kondisi


Maksud dari situasi dan kondisi disini adalah situasi dan kondisi sekolah dan peserta didiknya. Situasi dan kondisi ini meliputi tempat dan ruang, baik itu dari ukuran, perlengkapan, maupun ventilasi.


5) Pengembangan Berdasarkan Kualitas Teknik


Mengenai kualitas teknik, hal pertama yang harus dilakukan adalah pengecekan keadaan media sebelum digunakan. Lalu, proses berikutnya adalah penggunaan media. Ketika menggunakan media ini, sebaiknya seorang pendidik memperhatikan sejumlah prinsip-prinsip tertentu agar media yang digunakan dapat mencapai hasil yang baik (Ega Rima, 2016: 57-59).
6. Pembuatan Media Video


Video merupakan suatu medium yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran, baik untuk pembelajaran massal, individual, maupun berkelompok. Video juga merupakan bahan ajar non cetak yang kaya informasi dan tuntas karena dapat sampai kehadapan peserta didik secara kangsung. Disamping itu, video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran, hal ini karena karakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak dan suara yang menyertainya (Daryanto, 2010: 86).


Menurut pendapat Daryanto (2010: 88) media video adalah segala sesuatu yang memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial. Program video dapat dimanfaatkan dalam program pembelajaran, karena dapat memberikan pengalaman yang tidak terduga kepada peserta didik, selain itu juga program video dapat dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan untuk mendemontrasikan perubahan dari waktu ke waktu.


Sebagai media audiovisual dengan memiliki unsur gerakan dan suara, video dapat digunakan sebagai alat bantu mengajar pada berbagai bidang studi.


Kemampuan video untuk memanipulasi waktu dan ruang dapat mengajak peserta didik untuk melanglang buana kemana saja walaupun dibatasi dengan ruang kelas. Obyek-obyek yang terlalu kecil, terlalu besar, berbahaya atau bahkan tidak dapat dikunjungi oleh peserta didik karena lokasinya di belahan bumi lain, dapat dihadirkan melalui media video (Hamzah dan Nina, 2014: 135).


Keuntungan menggunakan media video antara lain adalah ukuran tampilan video sangat fleksibel dan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, media video merupakan bahan ajar non cetak yang kaya informasi dan lugas karena dapat sampai kehadapan siswa secara langsung, video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran. Kelemahan media video adalah media tayangan tidak dapat menampilkan obyek sampai yang sekecil-kecilnya dengan sempurna, tidak dapat menampilkan obyek dengan ukuran yang sebenarnya, pengambilan yang kurang tepat dapat menyebabkan timbulnya keraguan penonton dalam menafsirkan gambar yang dilihatnya dan pembuatan video membutuhkan biaya yang tidak sedikit (Daryanto, 2010: 90).
a. Naskah Video


Menurut Daryanto (2010: 85) menulis naskah video berarti merencanakan gambar dan suara sedemikian rupa sehingga pada waktu ditampilkan dan ditonton dapat menarik minat audien, tentu hal tersebut bukan suatu hal yang mudah karena seseorang penulis naskah secara mutlak dituntut untuk memiliki kemampuan berfikir secara visual. Berpikir secara visual berarti mampu memberikan penjelasan secara tepat dan rinci mengenai visual yang akan terkenal dalam bentuk film adegan demi adegan, berikut suara yang menyertainya.


Penulisan naskah secara teoritis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara lebih praktis, hal tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap perencanaan dan desain, pengembangan, serta evaluasi. Seperti halnya penulisan pada umumnya, penulisan naskah film maupun video juga dimulai dengan identifikasi topik atau gagasan. Saat pengembangan instruksional, topik maupun gagasan dirumuskan dalam tujuan khusus kegiatan instruksionl atau pembelajaran. Konsep gagasan, topik, maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi sebuah video (Arief S. Sadiman, 2011: 156).


Berikut penjelasan langkah-langkah umum yang lazim ditempuh dalam membuat naskah video menurut Daryanto (2001: 104-105) yaitu:


1) Tentukan Ide


Ide yang bagus biasanya timbul dari adanya masalah. Masalah dapat dirumuskan sebagai kesenjangan antara kenyataan yang ada dengan apa yang seharusnya ada.


2) Rumusan Tujuan


Rumusan tujuan yang dimaksud adalah rumusan mengenai kompetensi seperti apa yang diharapkan. Untuk mengetahui apakah kompetensi tersebut dikuasai peserta didik maka perlu dibuat rumusah standar kompetensi secara operasioanal. Perlu juga menentukan sasarannya siapa saja.


3) Lakukan Survey ( Mengumpulkan Bahan Materi )


Survey ini dilakukan dengan maksud untuk mengumpulkan informasi dan bahan-bahan yang dapat mendukung program yang akan dibuat.


4) Buat Garis Besar Isi


Bahan/ informasi/ data yang sudah terkumpul melalui survey tentu harus berkaitan dengan tujuan yang sudah dirumuskan.


5) Buat Sinopsis


Sinopsis adalah ikhtisar cerita yang menggambarkan isi program secara ringkas dan masih bersifat secara umum.
6) Buat Treatment


Treatment adalah pengembangan lebih jauh dari sinopsis yang sudah disusun sebelumnya. Berbeda dengan sinopsis yang penuturanya masih bersifat literature. Rangkaian adegan lebih terlihat secara kronologis atau urutan kejadiannya lebih terlihat secara jelas. Sehingga orang yang membaca treatment tersebut bisa membayangkan secara global visualisasi yang akan tampak dalam program nantinya.
7) Buat Story Board


Story board sebaiknya dibuat secara lembar per lembar, dimana perlembarnya berisi satu scene dan setting, namun bagi yang masih amatir, dalam setiap lembarnya bisa diisi dengan 2 sampai 3 scene/ setting. Story board ini di dalamnya memuat unsur-unsur visual maupun audio, juga istilah-istilah yang terdapat dalam video. Story board ini dibuat dengan maksud untuk membantu berpikir secara visual atau membantu dalam memvisualisasikan ide.




7. Alat-Alat Audiovisual


Menurut Amir Hamzah (1985:11) alat-alat audiovisual adalah alat-alat yang


“audible” artinya dapat didengar dan alat-alat yang “visible”artinya dapat dilihat. Alat-alat audiovisual gunanya untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif. Alat-alat audiovisual dapat menyampaikan pengertian atau informasi dengan cara yang lebih konkrit atau lebih nyata daripada yang dapat disampaikan oleh katakata yang diucapkan, dicetak atau ditulis. Oleh karena itu, alat-alat audiovisual membuat suatu pengertian atau informasi menjadi lebih berarti. Kita lebih mudah dan lebih cepat belajar dengan melihat alat-alat sensori seperti gambar, bagan, contoh barang atau model.


Buku yang berjudul “Media Audiovisual Pengajaran, Penerangan dan Penyuluhan” oleh (Amir Hamzah, 1985: 17-18) mengemukakan pentingnya alatalat audiovisual, yaitu:


1) Alat-alat audiovisual mempermudah orang menyampaikan dan menerima


pelajaran atau informasi serta dapat menghindarkan salah pengertian. Alat-alat audiovisual dapat menyampaikan pengertian atau informasi dengan cara yang lebih konkrit atau lebih nyata daripada yang dapat disampaikan oleh kata-kata yang diucapkan, dicetak atau ditulis. Oleh karena itu, alat-alat audiovisual membuat suatu pengertian atau informasi menjadi lebih berarti.


2) Alat-alat audiovisual mendorong keinginan untuk mengetahui lebih banyak. Alat-alat audiovisual memberi dorongan dan motivasi serta membangkitkan keinginan untuk mengetahui dan menyelidiki, yang akhirnya menjurus kepada pengertian yang lebih baik.


3) Alat-alat audiovisual mengekalkan pengertian yang didapat. Alat-alat audiovisual tidak saja menghasilkan cara belajar yang efektif dalam waktu yang lebih singkat, tetapi apa yang diterima melalui alat-alat audiovisual lebih lama dan lebih baik tinggal dalam ingatan.


Dalam buku yang berjudul “Media Audiovisual Pengajaran, Penerangan dan Penyuluhan” oleh (Amir Hamzah, 1985:20-24) menjelaskan cara menggunakan alat-alat audiovisual. Keempat pokok penting dalam cara menggunakan alat-alat audiovisual, yaitu:


1) Persiapan


Terlebih dahulu tujuan harus jelas. Setelah tujuan ditetapkan, harus dibuat rencana tentang pelajaran atau informasi yang akan diberikan. Rencana itu harus menjelaskan bagaimana melangkah maju secara bertahap. Kemudian dilanjutkan dengan memilih alat yang paling tepat untuk pelajaran atau informasi tersebut. Setelah alat tersedia berlatihlah menggunakannya. Seseorang tidak akan dapat menerangkan sesuatu dengan alat apa pun secara lancar dan efektif tanpa mencobanya lebih dahulu.


Terakhir, perhatikan ditempat manakah akan menggunakan alat-alat


audiovisual tersebut.


2) Penyajian


Setelah tujuan ditetapkan dan persiapan selesei, maka tibalah waktunya untuk penyajian. Sebelum penyajian yang sebenarnya dimulai, harus diusahakan lebih dahulu kata pendahuluan yang tepat. Kata pendahuluan dan cara menarik perhatian harus berbeda-beda, tergantung dari siapa yang dihadapi. Kata-kata itu harus dpersiapkan lebih daahulu, harus dipelajari dan disusun dengan baik, karena orang yang dihadapi lebih tertarik kepada apa yang akan disajikan daripada cerita tentang diri penyaji. Setelah perhatian mereka timbul, jelaskan tujuan. Terakhir, mengusahakan penampilan yang bermutu.


3) Penerapan


Suatu pelajaran atau informasi tidak ada artinya kalau sesorang tidak dapat menggunakan atau tidak bisa menerapkan dalam penghidupan sehari-hari. Untuk menguatkan dasar bagi penerapan itu dapat dilakukan hal-hal berikut, yaitu hendaknya segera dapat dipraktikkan dan dimanfaatkan. Ada subyek yang menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan termasuk salah satu dari langkah penerapan. Tidak selalu mudah mendapat umpan balik dari pendengar. Mereka harus belajar mengatur pikiran dan menyusunnya dalam kata-kata. Lain subyek mengarah kepada ujian. Namun, banyak pula subyek yang menjurus kepada


diskusi.


4) Kelanjutan


Belum cukup berhenti sampai dipenerapan saja, namun harus ada kelanjutannya lagi. Bisa saja menggunakan alat-alat audiovisual secara kombinasi. Selain inovasi, hal tersebut juga menarik minat orang yang dihadapi.


8. Praktik Finishing Furniture


Mata kuliah Praktik Finishing Furniture ini merupakan salah satu mata kuliah yang ada di semester 3 Program Studi Pendidikan Teknik Sipil dan


Perencanaan FT UNY. Mata kuliah ini membahas bagaimana cara pembuatan sebuah furniture mulai dari perencanaan gambar, rencana anggaran biaya, bahan dan alat yang diperlukan, perakitan serta finishingnya.


Menurut diktat kuliah yang ditulis oleh Darmono (2002: 1) finishing merupakan akhir pada pekerjaan kayu yang bertujuan untuk melapisi permukaan kayu dengan suatu bahan pelapis baik dari bahan pelapis sintetis ataupun bahan pelapis lain yang dipoleskan atau disemprotkan dengan spray gun. Pekerjaan finishing furniture adalah rangkaian terakhir dari seluruh proses produksi di dalam industri perabot kayu. Pengertian pekerjaan finishing kayu adalah melakukan pelapisan atau pengolesan resin atau suatu zat ke permukaan kayu sehingga mendapatkan manfaat tertentu.


Manfaat dari pekerjaan finishing furniture adalah meningkatlan nilai, keindahan substrat kayu, keawetan bahan kayu, keteguhan gesek dan pukulan, guna bahan kayu, dan komersial kayu. Agar manfaat finishing dapat dicapai secara maksimal, maka perlu mengantisipasi hal-hal yang sangat merugikan selama


proses aplikasi, yaitu:


a) Penghalang daya lekat bahan finishing


b) Penganggu penampilan keindahan


c) Penentuan detail perabot atau benda kerja yang perlu dan tak perlu difinishing


Proses finishing furniture mempunyai tahapan-tahapan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil akhir. Tahapan-tahapan tersebut telah dibakukan dalam bentuk langkah-langkah standar, berikut ini:
a. Menyiapkan Permukaan untuk Finishing


1) Membersihkan dan mengamplas


Kertas amplas atau kertas pasir telah lama dipakai di dalam industri maupun aplikasi finishing. Ukuran besar kecilnya partikel ditentukan oleh saringannya. Sehingga amplas nomor 100, berarti amplas dengan besar partikelnya adalah sederet lubang ayakan dengam panjang 1 inchi berisi 100 lubang. Menurut ukuran partikelnya, amplas dibagi penggunannya berikut ini: (a) 80-180 : Pengamplasan persiapan permukaan


(b) 180-240 : Pengamplasan cat dasar atau undercoat


(c) 240-320 : Pengamplasan antar media atau sanding


(d) 400-600 : Pengamplasan top coat atau akhir


Pengamplasan secara prinsip dengan kertas amplas yang tajam dan tekanan secukupnya, agar urat/ serat kayu tidak menjadi tertekan atau tanpa terjadi bekas. Kertas amplas harus bebas dari butiran besi karena kertas amplas yang mengandung bahan dari besi menyebabkan noda gelap pada kayu.
b. Mendempul, Mengisi Pori-pori, dan Penyelesainnya


Pendempulan bisa mengurangi dalamnya pori-pori kayu, sehingga permukaan kayu menjadi rata dan halus. Dempul pada sistem finishing wood stain biasa disebut wood filler yang fungsinya mengisi pori-pori kayu, bukan untuk melapisi permukaan kayu. Pelarut untuk wood filler ada dua macam, yaitu air dan thinner. Wood filler yang berpelarut air lebih lunak dan lebih lambat mengering dibandingkan dengan wood filler yang berpelarut thinner. Proses aplikasi wood filler ke pori-pori kayu bisa dengan sekrap atau kapi untuk bidang permukaan lebar dan rata, bisa juga menggunakan kuas atau kaos dengan sedikit tekanan ke permukaan kayu yang sempit dan tidak rata.


Apabila wood filler yang diaplikasikan sudah mengering, selanjutnya diamplas menggunakan kertas nomor antara 80-180. Indikator bahwa wood filler sudah mengering, yaitu bila diamplas maka permukaan kayu menghsilkan debu yang lembut dan tidak menempel di kertas amplas. Lakukan pengamplasan sampai habis, yang tertinggal adalah wood filler di dalam pori-pori kayu, yang ada di pemukaan kayu harus habis.


Dilihat dari jenisnya bahan pengisi pori-pori dan lubang luka kayu atau disebut wood filler dapat dibagi dalam beberapa jenis, yakni:


1) Wood filler berpelarur air


2) Wood filler berbahan pembawa minyak


3) Wood filler dengan resin lacquer
4) Wood filler dengan resin synthetic


Dilihat dari komposisi pembuatannya, wood filler atau juga disebut dempul, terdiri dari 75% adalah pigment dan 25% adalah pembawa, yang terdiri dari minyak atau getah dan pelarutnya. Kemudian dari minyak atau air, pigment yang dipakai 95% nya adalah pigment pembangun.
c. Pewarnaan Permukaan


Pewarnaan permukaan furniture menggunakan bahan yang bernama wood stain. Pewarnaan dilakukan dengan cara pengolesan menggunakan kain majun. Pelapisannya harus dilakukan secara apuh serta searah serat kayu, tidak boleh memutar karena akan meninggalkan kesan kurang halus. Oleskan wood stain ke seluruh permukaan furniture hingga merata.




d. Pelapisan Dasar Permukaan Furniture


Pelapisan dasar permukaan furniture dilakukan menggunakan bahan yang bernama PU- Sanding Sealer 91. Bahan finishing ini berfungsi untuk mengunci warna dasar dan menciptakan lapisan warna glossy pada furniture. Pengerjaan pelapisan dasar dilakukan menggunakan teknik semprot.


Sekian Materi  Defenisi  Belajar  Mengajar Menurut Para Ahli yang dapat Admin Bagikan .


Jangan Lupa Share Keteman teman Kalian apabila kalian merasa artikel ini sangat bermanfaat untuk kalian.


selalu kunjungi Edukasi Milenial Untuk Materi Yang Lainnya

Post a Comment for "Defenisi Belajar Mengajar Menurut Para Ahli"

Ayo Kenali Tipe Model Pendidikan Buat Siswa
Heboh Sosok Misterius Saat Upacara 17 Agustus | Penampilan Seperti Tentara Dulu
Kategori Miskin Di indonesia :Pengeluaran Dibawah 17.851/ Hari